Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam (FSEI) mengadakan kegiatan Workshop Teknologi dengan tema “Integrasi Teknologi Tepat Guna dalam Pengembangan Ilmu Hukum Tata Negara”, yang dilaksanakan pada Minggu, 18 Mei 2025 pukul 09.00–11.00 WIB.
Kegiatan ini diikuti oleh mahasiswa Program Studi Hukum Tata Negara (HTN) dan Ekonomi Syariah sebagai bagian dari peningkatan kapasitas akademik dan wawasan teknologi berbasis lokal.
Workshop ini menghadirkan narasumber utama Sutamaji, M.I.Kom., lulusan Magister Ilmu Komunikasi dari Universitas Dr. Soetomo Surabaya. Dalam pemaparannya, ia menekankan bahwa teknologi tepat guna bukan lagi sekadar pilihan, melainkan keniscayaan bagi seluruh program studi, termasuk dalam ranah hukum dan ekonomi berbasis syariah.
“Program studi apapun, termasuk Hukum Tata Negara dan Ekonomi Syariah, harus mulai memikirkan bagaimana menerapkan teknologi tepat guna yang relevan dengan kebutuhan masyarakat,” ujar Sutamaji di awal pemaparan.
Ciri Teknologi Tepat Guna: Murah, Lokal, dan Aksesibel
Sutamaji menyebutkan bahwa teknologi tepat guna memiliki ciri khas sebagai berikut:
- Sederhana dan murah: Mudah diterapkan dan dapat dijangkau oleh masyarakat kecil.
- Berbasis lokal: Menggunakan bahasa, nilai, dan konteks budaya setempat.
Dalam konteks Hukum Tata Negara, ia menyebut beberapa contoh aplikasi teknologi tepat guna seperti:
- e-Parlemen / e-Legislasi
- SIPUU (Sistem Informasi Perundang-undangan)
- Platform partisipasi publik (e-petisi, e-hearing)
- Dashboard Kinerja Lembaga Negara
- Aplikasi edukasi hukum konstitusi berbasis digital
Adapun untuk Prodi Ekonomi Syariah, Sutamaji mencontohkan seperti Aplikasi keuangan mikro syariah berbasis digital, Sistem informasi zakat dan wakaf online, Platform e-commerce halal untuk UMKM dan Digitalisasi akuntansi syariah yang terjangkau untuk pelaku usaha kecil.

Tantangan: Infrastruktur dan Bias Teknologi
Meski potensinya besar, Sutamaji juga menggarisbawahi tantangan dalam integrasi teknologi ini, antara lain: Keterbatasan infrastruktur teknologi, rendahnya literasi digital di berbagai lapisan masyarakat, etika dalam penggunaan teknologi serta bias algoritma dan data.
Ia memberikan contoh konkret dalam konteks Hukum Tata Negara, seperti Sistem e-partisipasi yang hanya menggunakan bahasa formal, sehingga tidak inklusif bagi masyarakat adat atau non-fasih.
Selain itu, aplikasi pengawasan pemilu yang lebih fokus pada kota besar karena data dari wilayah terpencil minim. Kemudian AI analisis kebijakan yang dilatih dari dokumen hukum lama, sehingga cenderung menghasilkan saran yang konservatif dan tidak adaptif terhadap perubahan sosial.
Harapan: Teknologi untuk Keadilan Sosial
Di akhir penyampaian, Sutamaji menekankan bahwa teknologi tepat guna harus bersifat memberdayakan, dan dapat menjembatani kesenjangan akses terhadap keadilan dan pelayanan publik.
“Kita tidak boleh membiarkan teknologi malah memperlebar kesenjangan. Justru harus menjadi alat untuk keadilan sosial,” tegasnya.
Kegiatan ini diharapkan mampu membuka wawasan mahasiswa untuk berpikir kritis dan adaptif dalam menghadapi tantangan digital di bidang hukum dan ekonomi, sekaligus memperkuat peran teknologi sebagai mitra strategis dalam pembangunan hukum yang inklusif dan partisipatif.